Saturday, March 28, 2009

Untuk Keyboard....

ku bercengkrama dengan keyboard
ia menyukai selatan
sedangkan aku menyukai utara
ku mengasihinya

dulu kami sering bertengkar
tentang barat yang kadang datang dan pergi
tapi aku mengasihinya

ia selalu menemaniku
menyusuri folder demi folder dan drive demi drive
sampai akhirnya kami berpisah menurutkan hidup masing-masing
tapi aku mengasihinya

tapi waktu berpihak kepada kami
hingga akhirnya bertemu di sebuah monitor usang
kami bercerita tentang kehidupan masing-masing
"ku pernah singgah di barat,
tapi ia menghancurkanku," katamu dengan kekelamannya yang pekat
ku mengasihinya

tapi sekarang ia selalu ingin menyendiri
"do not show my hidden files
ku tak mau ada yang menyelusup masuk" katamu dengan kepedihan yang sangat
kucoba mengerti dirinya, tapi hanya misteri itulah yang kudapat
hingga akhirnya kami kembali menurutkan jalan masing masing

dan aku?
Ah, ku tetap mengasihinya...

Korelasi (Musik) Melayu dan Tekanan Industri

Sebuah Wacana

Sewaktu sedang bingung, terpekur, dan jemari sepertinya kaku mau menulis apa, tiba-tiba masuk pesan dalam Inbox Facebook saya yang isinya kira-kira seperti ini: Setelah beberapa waktu lalu Hijau Daun mengumumkan bahwa lagu mereka di download oleh 3 juta orang. Maka minggu ini lagu dengan download di atas 4 juta adalah Vagetos, Hijau Daun, dan Wali. Itu artinya mereka meraup uang di atas 25 milyar rupiah. “Ternyata jadi kaya raya itu sekarang gampang ya,” ujar Remi Soetansyah, penulis dan pengamat musik senior yang diam-diam saya kagumi dan kebetulan juga sang pemberi pesan di Inbox saya tersebut.
Saya bukan tipikal penulis serius. Tapi demi menjunjung tinggi etika jurnalisme, terpaksa saya harus memartisi topik ini menjadi 2 bagian. Chapter I dan Chapter II. Ah, saya setuju, etika kadang memang menyebalkan.

Chapter I: Pop Melayu Dan Standarisasi
Cerita berlanjut. Saya kemudian terpekur lagi. Bukan terpekur karena kehabisan ide. Tapi karena saking banyaknya pertanyaan yang ingin dimuntahkan. Saya bertanya-tanya, kenapa dengan mudahnya Vagetoz, Hijau Daun, dan Wali meraup masing-masing di atas 4 juta kopi RBT? Salut untuk mereka. Setelah berpikir sejenak, saya mengambil kesimpulan. Jawabannya karena ketiga band tersebut kebetulan mengusung genre yang sama –pop melayu! Salahkah mereka mengusung pop melayu? Sekali-kali tidak. Sama seperti band Anda yang mengusung pop, rock, metal atau apapun jenis musik lainnya, tidak ada satu genre pun yang buruk atau salah. Asal diikuti dengan musikalitas dan seni yang dapat dipertanggung jawabkan.
Industri musik kita saat ini memang membingungkan. Di satu pihak mengeluh akan maraknya pembajakan yang berakibat lesunya penjualan CD/kaset fisik. Tapi di sisi lain semakin banyak band-band baru bermunculan. Tapi kita patut bersyukur. Karena musik Indonesia kini sudah demikian luasnya diterima oleh masyarakat dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Berbanding terbalik dengan fenomena beberapa tahun lalu, dimana musik luar masih mendominasi pasar. Tapi apakah dengan menjadi tuan rumah di negeri sendiri, kualitas serta merta juga menguat?
Menyoal masalah kualitas, sebelumnya kita bertanya kepada diri sendiri dulu. Apakah band kita memiliki standar kualitas musik? Apa label juga memiliki standar kualitas musik? Dan terakhir, apa pendengar lokal juga memiliki standar kualitas musik? Sayangnya di Indonesia tidak ada standarnya sama sekali. Karena masing-masing pihak memiliki standar acuan berdasar keuntungan masing-masing. Ku garuk punggungmu, kau garuk punggungku. Jadi harus ada timbale balik. Maksudnya begini, band tentunya ingin terkenal tapi juga tidak mau dicucuk hidungnya oleh label, sedangkan label, karena visinya murni bisnis, pastinya ingin mendapat untung sebesar-besarnya dari “investasi” yang telah mereka keluarkan.

Chapter II: Termehek-Mehek
Akibatnya terjadi clash. Label hanya mau mengontrak band yang sesuai visi serta trend musik yang sekarang berjalan. “Bila trend sekarang pop melayu, you harus pop melayu. No melayu, no sign contract,” begitu kira-kira. Karena memang trend seperti itu, akhirnya band harus mengalah lalu membuat karya “termehek-mehek” yang sebenarnya tidak sesuai dengan visi awal band. Adakah kualitas di sini? You decide…
Lalu salahkah label? Tidak. Karena itu tadi, it’s called running out of business. Ini semata hanya bisnis. Jadi tergantung pihak bandnya, mau tetap bersikukuh dengan visinya atau mau mengorbankan demi sebuah jalan bernama ketenaran. Tapi sekali lagi, tidak ada yang salah dengan genre pop melayu, bila visi band Anda memang awalnya di situ serta bisa dipertanggungjawabkan secara penuh. Intinya adalah band tersebut. Lakukan apa yang harus dilakukan, dan jangan pernah mau dicucuk oleh apapun juga.
Jujur, saya rindu mendengar lirik positif yang kini mulai jarang ditulis oleh band. Saat ini yang saya temui hanya lirik perselingkuhan, kekasih gelap, istri tiga, dan hal-hal negatif enggak penting lainnya. Lirik cinta tidak salah. indah malah, asal kontasinya jelas dan positif. Karena sejatinya band berhubungan erat dengan seni, sebagai pelaku seni, band juga harus mengedukasi masyarakat lewat lirikal positif. Lalu apakah musik Indonesia mengalami kemajuan pesat, atau malah mundur tak tentu arah? Sekali lagi, Andalah yang menilai…

Superman Is Dead : Angels and the Outsiders




CD Reviews

Apa sebenarnya yang menarik dari SID? Attitude, musik, atau gaya panggungnya? Rasanya tidak berlebihan bila semua poin tersebutlah yang membuat mereka menarik. Sebutlah mereka copycat Greenday, pemuja alkohol sejati, atau bahkan band punk yang dianggap sebagian orang memiliki attitude arogan. Tapi SID tetap hidup dan eksis hingga kini, malah membuat album baru yang makin dicintai fanbase-nya, yang dinamakan The Outsiders. Seiring waktu, musikalitas SID mulai mengalami pergeseran. Tidak ada lagi teriakan frontal yang datang dari mulut sang vokalis, dan departemen sound juga mengalami perubahan pesat. Silakan dengar lirik ‘Kuat Kita Bersinar’: Ayo bangun dunia di dalam perbedaan, jika satu kita kuat kita bersinar. Lirikal seperti ini tidak pernah terjadi di album sebelumnya, bahkan dengan ‘arogannya’ SID berkolaborasi dengan anak panti asuhan di lagu tersebut. Arogan yang indah tapinya, dengan musik yang kini mulai mengendur, tapi tetap mengguratkan pattern punk yang kental. Jujur, chaos SID memang mengendur di album ini. tapi bukan berarti buruk, tapi ber-progress menjadi lebih dewasa. Mulai dari vokal yang kini tidak out of pitch lagi, hingga distorsi sound hangat yang langsung dimuntahkan tanpa melewati efek eksternal. Tengok trek lain seperti ‘Jika Kami Bersama’, Poppies Dog Anthem’, atau ‘Luka Indonesia’. Progress-nya kuat. Tapi trek yang terus terngiang di telinga saya adalah ‘Menuju Temaram’. Atmosfer oi-oi-oi begitu kental disini. Tapi SID sering dianggap tidak sopan dan arogan...bagaimana ini? Ah, what the f**k. Sejak kapan punk sopan? Anda tidak sedang membicarakan Timbaland atau Afgan disini.

Tak perlu mendebatkan SID, karena toh punk tidak untuk didebat. Jadi, Dengarkan saja SID dan berdansalah bersama…

Sunday, March 15, 2009

Ikat Rambut

This not a love story, but a story about love

Aku mengagumi ikat rambut. Tapi entah mengapa, sejak pertemuan kami yang pertama 13 tahun yang lalu, akhirnya kami berpisah menurutkan jalan masing-masing. Ia lenyap begitu saja mengembara dari rambut yang satu ke rambut lainnya, sedangkan aku? huh...mengembara dari musim satu ke musim lainnya.
Absurd? yah kupikir juga begitu.

Semenjak kepergiannya rambutku selalu kusam tak pernah tersentuh olehnya. sehari dua hari aku tak pernah memikirkan, sampai kusadari kalau aku mulai kehilangan dan mulai mencintainya. ku mulai merindukan perangainya, tatapan matanya dan...cubitannya. Dulu kami sering bercakap tentang segala sesuatu yang menyenangkan hatinya, menyedihkan hatinya atau apa saja. Absurd? yah kupikir juga begitu

13 tahun berjalan, tiba-tiba ku menemukannya begitu saja. Tidak banyak yang berubah, ia masih ikat rambut yang selalu cerewet dan galak, tapi itulah yang membuatku makin menyintainya. kami saling menanyakan kabar masing-masing dan diam diam aku makin terpesona olehnya. Tapi ada satu hal yang membuatku sedih. Ia mengatakan benci dengan semua rambut yang pernah disinggahinya. "Rambut itu penyakit, tak bisa dipercaya, jikalau mungkin aku hanya ingin bergaul dengan sesama ikat rambut saja". Katanya berang.
Absurd? yah kupikir juga begitu

Aku sendiri cemas memikirkannya. Ia tampak bingung, penuh dendam, sekaligus menawan. Ku takut kehilangannya lagi. "Jangan pergi lagi tanpa pamit padaku, bersemayamlah diatas rambutku".Kataku membujuk. Permohonanku tertiup angin, ia hanya diam, hanya kebisuannyalah yang menggema lenyap begitu saja, persis seperti 13 tahun lalu.
Kupikir cinta memang selalu begitu,bila dipaksakan sangat lelah, dan bila dilepaskan akan sangat sakit. Dalam perjalananku mengarungi musim, tak letih-letihnya ia kucari.
Absurd? Tidak, kupikir tidak begitu

This not a love story, but a story about love

images: thehipinfant.com.au

Thursday, March 5, 2009

Puisi Wong Edan

Beginilah jadinya kalau wong edan menulis puisi:

Aku bukan chatters
Tapi sebut saja bayangan webcam
Aku bukan tersier,
Tapi sebut saja generasi pesbuk

Tidakkah kau lihat, bu?

Aku bukan chatters
Tapi sebut saja lebay
Aku bukan tersier
Tapi sebut saja ku larut

semakin larut, semakin takut...
Tidakkah kau lihat, bu?

Memilih Perangkat Komputer Home Recording

Di tengah kondisi perekonomian yang kian carut-marut dewasa ini, gejalanya mulai merambah di di sektor industri musik. Akibatnya, berbagai instrumen musik mulai mengalami penaikan harga, termasuk peralatan tambahan lain seperti komputer recording yang mutlak diperlukan untuk keperluan rekaman. Kita memang tidak bisa melawan hukum alam yang terus menaik, tapi tetap bisa mengakalinya. Bila Anda yang berniat membeli sebuah perangkat komputer - khususnya PC – untuk keperluan recording rumahan, berikut kami jelaskan seputar pemilihan hardware audio recording murah disertai dengan tips membuat PC recording Anda tidak kalah dengan PC kelas atas lain.
Tapi bagaimana bisa, dengan perangkat PC standar, mampu menaikkan performa audio recording? Ah, jawabannya sederhana. Bila Anda seorang pembalap liar, pastilah mengetahui bahwa motor tersebut tidak langsung melesat seperti peluru, walau motor tersebut berharga lebih dari 100 juta. Anda tetap harus membawanya ke teknisi berpengalaman atau bengkel untuk di oprek. Begitu pula dengan PC, semuanya harus di oprek agar bisa bertempur dulu.
Jadi Anda tidak memerlukan sebuah super computer canggih, bila hanya untuk keperluan recording rumahan. Bahkan Anda tidak perlu membeli hardware keluaran terbaru yang harganya sekarang selangit. Nah, berikut daftar jeroan komputer yang perlu Anda beli untuk membuat computer recording rumahan:

1. Prosesor: Ini merupakan sebuah otak dari komputer. Banyak yang beranggapan sebuah prosesor terbaru, mampu menaikkan performa rendering sewaktu melakukan recording secara signifikan. Jawabannya tidak 100% benar. Pasalnya berbagai perangkat lunak (software) audio recording yang bertebaran dewasa ini, tidak dibuat sewaktu prosesor high-end atau terbaru tersebut diluncurkan. Jadi software tersebut belum support dengan prosesor terbaru tersebut. Akibatnya teknologi prosesor tersebut menjadi mubajir, karena tidak terpakai. Jadi, Anda tidak perlu membeli prosesor yang berinti 4 core (Quad Core) yang super mahal tersebut atau Core2Duo. Cukup dengan membeli prosesor Dual Core atau sejenisnya yang harganya tidak lebih dari 1 juta, PC Anda bisa dijadikan computer home recording.

2. Sound Card: Inilah yang merupakan unsur dasar komputer recording. Dan di sini, harga tidak bisa berbohong. You play what you pay. Bila Anda menggunakan sound card eksternal, usahakan membeli yang menggunakan koneksi firewire. Karena transfer data yang dihasilkan lebih akurat dan stabil, dan tidak memotong kualitas. Tapi bila tidak memungkinkan, sound card dengan koneksi USB juga masih bisa dilakukan. Hanya saja, pastikan sound card tersebut sudah berjenis USB 2.0, dan sewaktu memasang atau mencolokkan via komputer, jangan menggunakan port USB yang biasanya terdapat di depan casing komputer Anda, tapi lewat port USB 2.0 yang terdapat di belakang komputer. Karena port USB di depan casing komputer menggunakan port berjenis USB 1.0, bukan USB 2.0 seperti laiknya dibelakang PC. Alasannya? Karena bila Anda menggunakan port USB 1.0, transfer rate yang dihasilkan tidak maksimal, lambat, suara kadang terpotong dan dapat menimbulkan noise.

3. Hard Disk: Sewaktu membeli hard disk, baik itu eksternal maupun internal, belilah yang sudah memiliki kecepatan 7.200 RPM atau lebih. Jangan yang dibawah itu, agar performa komputer dapat maksimal dan tidak berjalan lambat sewaktu melakukan recording walau lebih dari 16 track. itulah sebabnya, penggunaan laptop sewaktu recording amat sangat tidak disarankan, karena biasanya hard disk laptop hanya berkecepatan 5.400 RPM saja. Jangan lupakan juga, minimal kapasitas hard disk sebesar 250 GB dengan koneksi SATA, agar data yang dialirkan lebih lega dan tidak mengganggu data lain. Pasang juga kipas pada hard disk. Karena Anda tidak mau ambil resiko kehilangan data rekaman akibat hard disk yang “kegerahan”.
Lalu buat partisi hard disk Anda menjadi beberapa bagian drive. Bila kurang mengerti, cari teman yang bisa mem-partisi dan mengerti komputer. Tujuan partisi adalah memisahkan sistem operasi dengan data Anda. Untuk partisi 1 (biasanya drive C), space atau tempat lowong yang tersisa jangan kurang dari 2GB, lebih besar lebih baik. Agar proses rendering audio recording dapat berjalan stabil dan tidak hang. Karena biasanya software audio recording menggunakan drive C untuk proses virtual memorinya.

4. VGA: Biasanya juga biasa disebut kartu grafis. Anda bukan seorang desain grafis yang butuh VGA hig-end. Jadi VGA berjenis PCI Express murah apapun bisa Anda sandingkan di sini, hanya saja cari yang sudah support minimal 128 bit.

5. RAM: Dengan asumsi Anda menggunakan sistem operasi Windows XP yang hanya support RAM sebesar 4GB, Anda cukup menggunakan RAM atau memori berkapasitas 2GB. RAM berjenis DDR 2 pun Harganya sekarang sudah cukup murah, jadi Anda tidak perlu membeli Ram berjenis DDR 3 yang masih mahal tersebut. Tapi bila Anda menginginkan kapasitas lebih dari 2GB, juga tidak menjadi soal. Hanya saja Anda perlu meng-update Windows XP Anda. Sekedar informasi, bila untuk kebutuhan audio recording, penggunaan RAM 4Gb sudah lebih dari cukup. Lain soal bila Anda me-render video atau untuk kebutuhan grafis yang biasanya haus akan memori.
Memang semakin besar kapasitas RAM, semakin kuat pula performa PC. Tapi semakin cepat sebuah RAM, semakin tinggi pula latency yang dimilikinya. Maksudnya begini, semakin cepat dan tinggi RAM, transfer data memang menjadi lebih meningkat, tapi berpengaruh kepada lemahnya respon, dan dalam kasus audio recording, biasanya timing latency yang terlalu tinggi bisa mengakibatkan sinyal suara menjadi terdengar delay atau agak lambat. Gejala ini biasanya disebut bottleneck atau kemacetan data. Lalu bagaimana agar tidak terjadi bottleneck dan timing latency yang tinggi tersebut? Sewaktu membeli, dulu, berapa latency Ram tersebut. Semakin rendah latency, semakin baik pula RAM tersebut, tapi semakin mahal pula RAM yang memiliki lantency rendah. Tapi bila Anda mau sedikit berlelah-lelah tanpa mengeluarkan uang lebih, Anda dapat men-tweak RAM lewat BIOS komputer dan mengubahnya di situ.

6. Motherboard: Belilah yang sudah diakui memiliki chipset stabil. Jangan beli yang terbaru, karena selain masih mahal, kestabilannya belum dapat dipertanggung-jawabkan. Usahakan juga yang sudah memiliki koneksi firewire terintegrasi, hingga Anda tidak perlu membeli firewire tambahan.
7. Casing: Walau sepertinya simpel, tapi casing komputer sangat berpengaruh akan kestabilan. Usahakan beli casing computer yang berukuran besar atau berdimensi ATX. Karena bila casing Anda kecil, aliran udara panas yang dihasilkan prosesor dan hardware lain di dalam casing akan berputar-putar dan menimbulkan “angin palsu”, yang berakibat hardware didalamnya kegerahan hingga akhirnya jebol. Penggunaan kipas casing juga mutlak diperlukan, agar aliran panas dapat keluar.

(Tulisan ini juga dimuat di majalah Band & Instrumen Magazine)

Tuesday, March 3, 2009

Namaku Butet

Namaku Butet...
Bukan Princess hour
Bukan pula ompu Marihot
Dalam diriku mengalir musim gugur
Dan karena cinta itu 'indah'
Aku menangis sepuasnya...

Namaku Butet...
Bukan Princess hours
Bukan pula ompu Marihot
Dalam diriku mengalir 7 musim...
Dan karena cinta itu absurd
Kepedihanku menjelma musim gugur
"man=disease". Begitu katamu

Ya....Namamu Butet...
Bukan Princess hour
Dari kebisuan Tebet itu...
Dari kebisingan soto gebraak!! itu...
Kucoba merangkai musim gugur mimpiku

Ya...Namamu Butet...
Dan disela musimmu...
Kau mengembun di antara bait mimpiku
Takkan letihnya kau kucari
Aku mengasihimu...

"For as much as i love autumn"


19/09/06